Apakah Semua Perkara Di Pengadilan Harus Mediasi?
@ilustrasi

Apakah Semua Perkara Di Pengadilan Harus Mediasi?

Litigasi - Kalau ada pertanyaan, apakah di tengah berperkara di pengadilan masih dapat dilakukan perdamaian? Tentu jawabannya adalah dapat. Dalam perkara perdata, sepanjang persidangan hakim diharuskan menyarankan para pihak untuk melakukan perdamaian. Menempuh upaya hukum ke pengadilan sebenarnya adalah jalan terakhir. Sangat dianjurkan untuk musyawarah dan perundingan-perundingan mencari solusi terbaik dalam suatu masalah hukum.

Pada prinsipnya, dunia peradilan lebih menyarankan kepada para pihak untuk berdamai seperti tampak bahwa di tahap awal persidangan para pihak diwajibkan untuk melakukan mediasi dengan ditengahi oleh mediator. Aturannya tegas dinyatakan di dalam Perma No. 1 tahun 2016. Bahkan ada konsekwensi hukum jika mediasi tidak dihadiri oleh penggugat atau tergugat.

Mediasi yang diatur di dalam Perma No. 1 tahun 2016 tersebut berlaku di pengadilan umum dan pengadilan agama.

ads

Tegas dinyatakan bahwa semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini.

Namun demikian terdapat pengecualian perkara yang harus diselesaikan melalui mediasi terlebih dahulu, tetapi sesungguhnya dikarenakan perkara itu sudah dilakukan mediasi sebelum perkara masuk ke pengadilan atau perkara tersebut sudah diperiksa lebih dulu, baik mediasi melalui lembaga resmi maupun mediator bersertifikat yang dipilih dan disepakati oleh para pihak,.

Baberapa jenis perkara yang dikecualikan untuk dilakukan mediasi di Pengadilan umum dan Pengadilan agama, seperti dimaksud di dalam Pasal 4 ayat (2) Perma No. 1 tahun 2016, terdiri dari:

    1. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
    2. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial (PHI);
    3. Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU);
    4. Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK);
    5. Permohonan pembatalan putusan arbitrase;
    6. Keberatan atas putusan Komisi Informasi;
    7. Penyelesaian perselisihan partai politik;
    8. Sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana;
    9. Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
    10. Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
    11. Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi);
    12. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
    13. Sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator bersertifikat.

Dari pengecualian tersebut, tiga perkara atau sengketa diatas masih diberi kesempatan kepada para pihak untuk melakukan mediasi secara sukarela meskipun tengah berjalan proses pemeriksaan di pengadilan oleh hakim atau tengah berlangsung upaya hukum seperti banding dan kasasi, yakni:

    1. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
    2. Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU);
    3. Permohonan pembatalan putusan arbitrase;

ads

Oleh karena itu, tidak seharusnya setiap sengketa dimajukan ke pengadilan lebih disarankan untuk diselesaikan melalui mediasi. Ini lebih baik, mengingat bahwa saat ini tidak sebanding antara jumlah perkara atau sengketa yang masuk ke lembaga peradilan dengan jumlah hakimnya, perkara yang masuk jauh lebih banyak, ini tentunya berimbas kepada tingkat konsentrasi hakim dalam mengadili. 

Disamping itu, perdamaian adalah jalan yang terbaik. Leluhur Bangsa Indonesia juga telah banyak mengajarkan tentang musyawarah. Bahkan dibentuk mekanisme adat, ditunjuk pengetua adat yang salah satu tugasnya menyelesaikan sengketa, konflik atau keributan yang terjadi di dalam masyarakat ada dikmasud (red)