“Algojonya Para Koruptor”, Mengenang Artidjo Alkostar
ArtidjoAlkostar

“Algojonya Para Koruptor”, Mengenang Artidjo Alkostar

Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar terkenal sebagai hakim yang kerap memberi bonus hukuman kepada para koruptor yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dengan tujuan meringankan hukuman. Karena itulah Menteri Koordinator bidang Politik  Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) memberi gelar sebagai algojonya para koruptor. Saat terakhirnya Artidjo adalah juga merupakan sebagai anggota dari Dewan Pengawas KPK.

Bagaimana perjalanan hidup Artidjo?

Artidjo Alkostar lahir di Situbondo, Jawa Timur pada 22 Mei 1948. Kemudian beliau menamatkan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo. Setelah lulus SMA Artidjo pun melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Islam Indonesia (UII). Sejak lulus dari FH UII Yogyakarta pada 1976, Artidjo mengajar di kampus tersebut sampai saat ini. Kemudian pada 1981, Artidjo pun diangkat menjadi wakil direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sampai 1983. Beliau menjabat sebagai direktur LBH Yogyakarta sampai 1989.

Kemudian, antara 1989 sampai 1991, Artidjo berada di New York mengikuti pelatihan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di Columbia University, Amerika Serikat selama enam bulan. Namun pada saat yang bersamaan, ia juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di New York selama dua tahun. Pulang dari Negeri Paman Sam, Artidjo mendirikan kantor hukum yang bernama Artidjo Alkostar and Associates sampai 2000. Kantor hukum Artidjo pun harus disudahi lantaran ia diangkat menjadi Hakim Agung sampai tahun 2018. Berkat reputasi dan integritasnya karir Artidjo pun masih berlanjut hingga pada 2019 ia resmi diangkat dan disumpah menjadi anggota dewan pengawas KPK sampai akhir hayatnya.

Selama menjadi Hakim Agung, Artidjo sudah menangani sekitar 19.708 perkara. Dari banyaknya kasus tersebut berikut akan Litigasi rangkum yang paling membekas di masyarakat.

Februari 2001. Kasus korupsi yang melibatkan terdakwa mantan presiden Soeharto. Pada saat kasus itu berjalan dua hakim lain menginginkan agar perkara itu dihentikan, namun artidjo dengan tegas menolak untuk menghentikan kasus itu. Hingga akhirnya dicapai kompromi bahwa Soeharto tetap terdakwa, tapi dilepas statusnya sebagai tahanan kota. Setelah sembug dibawa ke pengadilan

Juni 2001. Artidjo memberikan pendapat yang berbeda dengan hakim lain saat peninjauan kembali (PK) yang melibatkan Djoko S. Tjandra. Artidjo menolak untuk dibebaskannya Djoko S. Tjandra.

September 2005. Artidjo Alkostar menolak kasasi yang diajukan oleh mantan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh dalam kasus pidana korupsi pembelian helikopter MI-2 Rostov buatan Russia.

Januari 2009. Artidjo yang memimpin majelis hakim kasasi menjatuhkan vonis satu tahun penjara bagi mantan Chief Secretary Pilot Airbus A330 PT Garuda Indonesia Rohainil Aini dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. Putusan itu membatalkan vonis bebas Rohanil yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

September 2010. Artidjo menolak permohonan yang diajukan oleh Antasari Azhar, dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.

Oktober 2006. Mejalis hakim kasasi yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar, menghukum Anggodo Widjojo sepuluh tahun penjara dalam kasus percobaan penyuapan anggota KPK.

Mei 2008. Pada kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dauri, Majelis menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara.

November 2013. Ketika mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung agar hukumannya diringankan, politikus Demokrat Angelina Sondakh justru menuai hasil sebaliknya. Hukumannya diperberat menjadi 12 tahun penjara. Ketika divonis di pengadilan tingkat pertama, Angie hanya divonis 4 tahun 6 bulan penjara.

September 2014. Mahkamah Agung memperberat hukuman mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Dalam putusan kasasinya, MA juga mencabut hak politik Luthfi untuk dipilih dalam jabatan publik.

September 2014. Majelis kasasi Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dari 4 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara. Sidang kasasi yang dipimpin Artidjo itu juga mencabut hak politik Ratu Atut.

Juni 2015. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga merasakan vonis Artidjo. Majelis hakim kasasi MA menambah hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara dari hukuman sebelumnya delapan tahun penjara. Serta denda Rp 5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan.

Artidjo memanglah merupakan panutan dan contoh dalam keprofesian dibidang hukum dalam hal keprofesian hakim. Banyak harusnya masyarakat yang meneladani keteldanan bagaimana Artidjo Alkostar. Bahkan Presiden Jokowi turut mengenang kepergian Artidjo, "Beliau adalah penegak hukum, hakim agung, dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yang sangat rajin, jujur, memiliki integritas yang tinggi," ujar Jokowi dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden, Senin (1/3/2021). Banyak kesedihan dan duka yang mendalam dari kepergian Artidjo. Namun baiknya ada hal yang harusnya kita teladani dari kepergian Artidjo Alkostar. Tim Litigasi turut berduka atas kepergian beliau, semoga Almarhum ditempatkan di sisi sang Khalik. (Red)