Alasan Memperbolehkan Perceraian
@ilustrasi

Alasan Memperbolehkan Perceraian

Permohonan atau Gugatan Perceraian Harus Memuat Alasan

Litigasi - Bagi sebagian muslim memahami hadis yang pokoknya menyatakan “perceraian adalah perbuatan yang halal namun Allah SWT membencinya”. Hadis itu diriwayatkan oleh Abu Dawud (2178), Baihaqi, dan Ibnu adi, dari jalan Mu’arrof bin Washil, dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Umar secara marfu’.

Derajat hadis tersebut tergolong “lemah”. Dari paparan takhrij hadis ini dengan panjang lebar. Syaikh al-Albani berkata, “Kesimpulannya bahwa yang meriwayatkan hadis ini dari Mu’arrof bin Washil ada empat orang tsiqoh. Mereka adalah Muhammad bin Kholid al-Wahibi, Ahmad bin Yunus, Waki’ bin Jarroh, dan Yahya bin Bukai. Keempat orang ini berselisih dalam riwayat hadis ini. Orang pertama meriwayatkannya dari Mu’arrof, dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Umar secara marfu’. Sedangkan tiga yang lainnya meriwayatkannya dari Mu’arrof, dari Muharib secara mursal. Dan tidak diragukan lagi bahwa riwayat yang mursal itulah yang lebih rojih (kuat).”


Dapat dimaknai bahwa menghindari perceraian itu lebih baik adanya, sebelumnya lakukan usaha-usaha dengan maksimal dan berbagai cara agar rumah tangga tetap terjalin dengan baik, jika tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak (suami & isteri) alangkah baiknya mencari pihak ketiga sebagai mediator. Perkawinan yang dipercayai sebagai prosesi yang sakral tidak kemudian dengan mudah dan asal-asalan berakhir oleh sebab perceraian.

Menurut ketentuan hukum nasional bahwa proses perceraian merujuk kepada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 16 tahun 2019, Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Putusnya perkawinan disebabkan oleh tiga hal yakni karena kematian suami atau isteri, karena adanya putusan pengadilan, dan karena perceraian. Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.

Dalam hal perceraian tidak bisa dihindari dan perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi maka suami atau isteri dapat mengajukannya atau mendaftarkannya perceraian itu kepada Ketua Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam, sedangkan non-Islam mengajukannya kepada Ketua Pengadilan Negeri, sesuai dengan wilayah hukumnya yang diatur di dalam perundang-undangan. Memilih wilayah hukum itu dilihat dari tempat tinggal isteri dan atau tempat tinggal tergugat.

Pengajuan permohonan atau gugatan perceraian disusun dengan cermat sesuai dengan hukum acara peradilan agama (hukum formil) dan mempedomani hukum materil berupa UU No. 1/1974 sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 16/2019, PP No. 9/1975 dan KHI, sebagaimana tersebut di atas. Terutama harus diteliti alasan yang akan dijadikan dasar diajukannya permohonan atau gugatan perceraian. Alasan itu dapat dilihat di dalam Pasal 19 PP No. 9/1975 yang isinya menyatakan:

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
  6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 

Alasan-alasan itu harus dicermati dan disesuaikan dengan fakta yang terjadi di dalam rumah tangga sehingga mendorong untuk dilakukan perceraian. Misalnya saja antara suami dan isteri terus terjadi perselisihan pendapat dan pertengkaran disebabkan oleh hal yang kecil sampai masalah yang besar, rumah tangga diwarnai dengan perselisihan dan pertengkaran sehingga hilang harapan untuk hidup rukun kembali di dalam rumah tangga, dengan demikian maka alasan perceraian sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) huruf f. Pilihlah dan tentukan penyebab sehingga harus bercerai dengan melihat alasan-alasan yang diatur di dalam pasal tersebut di atas.

Perlu digarisbawahi, bagi yang beragama Islam maka alasan-alasan perceraian mempedomani Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Tidak banyak perbedaan antara PP No. 9/1975 dengan KHI, hanya saja dalam Pasal 116 KHI itu ditambahkan dua poin untuk melengkapi alasan-alasan perceraian, adapun penambahannya adalah:

g. Suami melanggar taklik talak;
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Aturan-aturan di dalam KHI dikhususkan bagi yang beragama Islam, sehingga terdapat penambahan-penambahan aturan yang bersumberkan kepada al-Quran dan Hadis serta sumber-sumber hukum lain yang dikenal dalam Agama Islam.

Alasan-alasan perceraian sebagaimana tersebut di atas menjadi dasar pula dikabulkan atau tidak gugatan atau permohonan perceraian. Oleh karenanya dalam menyusun gugatan atau permohonannya harus cermat tidak bertentangan dengan alasan itu. Namun demikian sebelum mengajukannya harus dipikirkan matang-matang tidak didasarkan sikap emosional. (red)